Minggu, 02 Mei 2010

PENGAKUAN SANG GIGOLO KUTA




Bali adalah magnet. Ratusan ribu manusia dari manca negara datang ke sana saban hari. Berjemur di kuta, menikmati persawahan, dan ke gunung Kintamani yang rupawan.

Kaum pesohor juga ramai ke situ. Penulis novel terkenal Elizabeth Gilbert menetap empat bulan di pulau dewata ini. Di sana dia berkawan dengan Ketut Lyer, kakek berusia 93 tahun, yang disebutnya sebagai Medicine Man.

Dari sang kakek dan liburan di Bali itulah -- juga liburan di India-- Elizabeth kemudian menulis novel laris berjudul : Eat, Pray and Love. Novel itu jadi Best Seller di Amerika Serikat.

Adalah sutradara Ryan Murphy yang kemudian membawa novel itu ke layar lebar. Sejumlah artis terkenal datang ke Bali, turun ke sawah, naik gunung dan berendam di laut--untuk pengambilan gambar film itu.

Julia Robert, artis yang memerankan Elizabeth menetap di Bali hampir sebulan. Tidak cuma masyarakat Bali, warga negeri ini juga ikut bangga.

Kebanggaan itu terusik ketika sutradara Amit Virmani--yang baru kedengaran namanya oleh orang ramai sepekan terakhir- membesut Film Cowboys in Paradise. Film yang berkisah tentang gigolo di Bali ini dianggap merusak wisata pulau dewata itu.

Tapi Amit beralasan bahwa film itu berdasarkan fakta yang terjadi di Bali. Malah, katanya, film itu diinspirasi dari kisah pria belia berusia 12 tahun, yang dijumpainya di Bali beberapa tahun lalu.

Amit berkisah tentang sang bocah. Meski mengetahui Amit orang Singapura, bocah itu ngotot mengunakan bahasa Jepang. Amit Virmani, mengaku agak jengkel. Dia meminta penjelasan si bocah. "Saya sedang berlatih," kata Amit mengutip bocah itu. "Bila saya besar nanti, saya ingin melayani seks bagi wanita-wanita Jepang," kata si bocah.

Yang mengejutkan, kata Amit, bocah itu menjawab tanpa sedikit pun rasa bersalah, apalagi rasa malu. Ketika diserang sejumlah kalangan soal film itu, Amit membela diri, "Prostitusi dalam berbagai jenis, bukanlah barang baru untuk dijadikan latar belakang pembuatan film."

Tapi barangkali Amit bakal terantuk. Sejumlah lakon dalam film itu mengaku tidak mengetahui bahwa rekaman video yang diabadikan tahun 2007 itu akan dibuat film dan disebarluaskan. Bahkan ikut dalam festival Film Independen Korea.

Awalnya, mereka berpikir hanya untuk dokumentasi pribadi. Ternyata sudah tersebar luas di media internet. Tayangan dalam film itu menggambarkan wajah-wajah 'anak pantai' yang disebut gigolo tengah asyik di Pantai Kuta bersama pasangannya.

Mereka adalah Arnold, Argo, Fendy dan Bobby. Dari pengakuan mereka, sutradara Armit Virmani yang mengaku asal Singapura adalah tamu mereka yang kerap ke Bali untuk liburan panjang, hingga tiga bulan.

"Armit itu tamu kita, temen deket kita. Kita nggak nyangka saja dia ambil gambar kita untuk film seperti itu," jelas Arnold di Pantai Kuta, Rabu 28 April 2010.

Sebagai tamu, Armit dan kawan-kawannya dilayani dengan baik oleh mereka. Mengambil gambar anak-anak pantai yang sedang santai, bermain surfing bagi mereka itu sudah biasa dilakukan tamu-tamu asing. "Mereka ambil aktivitas kami di sini," kata Arnold.

Saat cuplikan wawancara yang tampak wajah Arnold. dari pengakuannya, Arnold sengaja diminta untuk bicara di depan kamera.

"Waktu itu kita tahu dia ambil gambar, kita kerja angkat boat, bersih-bersih pantai, lalu saya diminta ngomong. Saya pikir hanya untuk dokumentasinya saja" ujar Arnold.

Dari pengakuan keempat pemuda ini, mereka putus komunikasi dengan Armit sejak 2009. "Kami hubungi Armit teleponnya nggak aktif, email nggak dibalas," jelas Argo.

Mereka juga meminta supaya media mencari tahu isi film secara keseluruhan dengan jelas. Menurut mereka dalam film tersebut masih ada banyak pemeran anak pantai lainnya.

Seperti diketahui, dalam cuplikan film tersebut, Arnold sedang berbicara seolah menyambut tamu asing, dan Argo sedang dipijat, Fendy sedang bermain surfing, sementara Bobby sedang bermain gitar. ( BI-2010;sumber Vivanews)

'>
Related Posts

0 komentar:

Posting Komentar

SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA