Kamis, 06 Mei 2010
"Lamban Sabukh" Rumah Berusia Ratusan Tahun
LIWA - Sebanyak 14 rumah sabukh (Rumah Atap sabut) yang berada di Pekon (Desa) Hujung, Kecamatan Belalau Lampung Barat, telah berumur ratusan tahun.
Salah satu pemilik rumah sabukh, di Desa Hujung, Kecamatan Belalau, Lampung Barat, Bustoni (60) di Hujung, Jumat, menguraikan, rumah sabukh yang ditempati sudah empat generasi. "Rumah ini sudah ada sejak nenek moyang kami, membuka hutan dan mendirikan rumah sabukh sekitar tahun 1867, dan sudah dihuni empat generasi, rumah yang didiami tergolong kuat, karena berasal dari kayu dan bambu mempunyai kualitas baik, selain itu kayu yang dipilih yakni jenis kayu klutum dan kayu medang dengan kondisi masih glondongan," kata dia.
Kemudian lanjut dia, ciri khas dalam rumah peninggalan lama, yakni atap rumah yang di buat dari ijuk, atau sabut aren. "Saat ini sudah jarang rumah masyarakat lampung yang atapnya terbuat dari ijuk aren, selain karena ijuk aren tidak ada yang menjual, kemudian dinding rumah terbuat dari bambu yang memiliki kualitas baik," kata dia.
Menurut dia, walaupun terkesan kumuh dan kuno, tetapi rumah ini mahal. "Rumah yang kami miliki memang terkesan kumuh, akan tetapi rumah tersebut mempunyai nilai seni yang tinggi. Ditunjang dengan nilai histori membuat rumah ini tidak ternilai harganya," kata dia lagi.
Dikatakannya, rumah sabukh tidak akan dijual pada orang lain. "Saya tidak akan menghilangkan sejarah nenek moyang dalam keluarga saya, tetapi bila pihak lain seperti Pemkab menjadikan rumah ini sebagai cagar budaya, setidaknya kami ingin ada perhatian khusus sehingga rumah Sabukh akan awet sehingga dapat dilihat pada generasi berikutnya," kata Bustoni.
Lambar mempunyai potensi besar bidang pariwisata dan budaya, adat istiadat yang unik membuat kabupaten ini dijuluki kabupaten cagar budaya, karena Lampung Barat sendiri mempunyai sebuah kerajaan, yang dijuluki kerajaan Skala Brak, yang mana awal cikal bakal lahirnya dari suku Lampung.
Adanya peninggalan rumah tua yang telah berumur ratusan tahun menunjukkan bahwa masyarakat masih memegang teguh amanat nenek moyang, warisan tersebut menggambarkan kehidupan masa lalu suku Lampung pedalaman.
Rumah suku Lampung yang mayoritas panggung, bertujuan untuk menghindari serangan binatang buas.Sehingga rumah tersebut dibuat setinggi mungkin agar terhindar dari ancaman binatang tersebut.
Terhitung di Pekon (Desa) Hujung, Kecamatan Belalau, Lampung Barat, terdapat 14 rumah Sabukh (Rumah Sabut), bila upaya penyelamatan cagar budaya ini terlalu lama, maka peninggalan sejarah kehidupan suku Lampung jaman dulu akan terancam punah.
Mayoritas rumah Sabukh yang terbuat dari dinding bambu yang di sebut masyarakat sekitar dengan Khesi, tidak hanya dinding, lantai rumah mereka juga terbuat dari bambu juga. Luas bangunan rumah tua tersebut mencapai 5,5 x 10 meter yang terdapat dua sampai tiga kamar tidur, sedangkan luas ruangan sisa di pakai sebagai tempat pertemuan dan dapur, sedangkan kamar mandi dan MCK, masyarkat mengandalkan sungai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Diera serba canggih yang diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang serba canggih pula, masih ada segelintir masyarkat memegang teguh adat istiadat leluhur, walaupun terkesan kumuh dan tidak modern, tetapi mereka mempunyai rasa kepekaan terhadap akar sejarah sebagai masyarakat adat lampung. Bila Pemkab serius menangani aset budaya yang di miliki, maka optimis objek langka ini, akan menjadi daya tarik sendiri bagi pariwisata Lambar. (BI-2010). Sumber : http://lampungbarat.go.id/
0 komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA